Cara Warga Kyoto Menjaga Budayanya

SEBULAN lebih sudah saya berada di Kota Osaka, Jepang, untuk mengikuti Program Peace and Human Security in Asia (PAHSA) di Osaka School International Public Policy, Osaka University yang bekerja sama dengan Pusat Studi Perdamaian dan Resolusi Konflik Universitas Syiah Kuala (Usnyiah) Banda Aceh. Awal minggu ini saya sempatkan diri mengunjungi beberapa tempat selepas kuliah. Salah satunya adalah Kota Kyoto.
Kyoto terletak sekitar 40 kilometer dari Osaka. Saat ke Kyoto tak perlu khawatir bakal terjebak macet, karena bisa ditempuh hanya sekitar 45 menit menggunakan kereta api.
Kota yang terletak di Prefektur (setingkat provinsi) Kyoto ini terkenal dengan budaya tradisional yang kental dan masih banyak terdapat rumah tradisional Jepang yang dirawat dengan sangat baik.
Kyoto dulunya dikenal sebagai ibu kota Jepang sebelum Tokyo. Saat berkunjung ke Kyoto, saya berkesempatan menyaksikan festival yang diadakan setahun sekali. Festival yang bahasa Jepangnya matsuri, memang sering diadakan dan menarik minat para turis mancanegara. Festival yang saya saksikan ini bernama Jidai Matsuri yang dinamakan juga dengan Festival of Ages. Dalam acara ini ditampilkan pakaian sehari-hari masyarakat dan warga Kerajaan Jepang, juga kaum samurai. Dimainkan pula musik yang menjadi ciri khas pada setiap zaman (era) di Jepang.
Festival yang diadakan di salah satu jalan raya Kota Kyoto ini diikuti hampir 2.000 orang yang memperagakan pakaian lengkap dengan senjata yang biasa digunakan pada masing-masing era. Apa yang ditampilkan itu sungguh membuat saya terpana, terutama dengan pakaian samurai yang dipakai ketika hendak terjung ke medan perang.
Sungguh senang rasanya pakaian yang selama ini hanya saya tonton di televisi maupun internet, kini bisa saya lihat langsung. Pakaian ini, menurut saya, sederhana, namun terlihat mewah dan kokoh.
Selama di Kyoto saya juga berkunjung ke Kiyomizu-dera dan tempat lain, seperti rumah pertunjukan untuk menyaksikan tarian maupun penampilan yang digelar setiap hari tertentu untuk para turis.
Jangan heran jika Anda berkunjung ke sini mendapati banyak warga Jepang yang mengenakan pakaian tradisional mereka. Saya sempat bertanya kepada seorang warga Jepang yang mengenakan pakaian tersebut di Kyoto. Dia jawab bahwa dia lebih merasakan suasana Kyoto ketika memakai yukata, nama pakaian tradisional tersebut. Turis jika mau, juga diperkenankan memakai yukata untuk sesi pemotretan.
Satu hal penting yang saya cermati di kota ini bahwa masyarakatnya sangat serius menjaga budayanya, sehingga bisa mereka wariskan utuh ke generasi berikutnya.

Mendadak saya teringat Aceh, kampung halaman saya yang juga sangat tinggi peradaban dan nilai budayanya. Sebagai warga Aceh, kita harusnya juga mampu menjaga dan melestarikan budaya dan tempat-tempat bersejarah yang kita punya, tak terkecuali benda-benda yang termasuk dalam lingkup cagar budaya. Semoga. [email penulis: meugatindra@ymail.com]

0 komentar:

Posting Komentar