Masuk Papua Nugini tanpa Pemeriksaan

BIASANYA setiap memasuki negara lain kita mesti membawa serta paspor karena dipastikan akan ada pemeriksaan di gerbang perbatasan, bandara, atau pelabuhan. Tapi ketentuan itu bagai tak berlaku di perbatasan Papua dengan Papua Nugini, tepatnya di Kabupaten Timika. Warga Timika dan Papua Nugini sudah terbiasa melintas batas negara tanpa ada pemeriksaan dokumen keimigrasian.
Sebagai Ketua KNPI Aceh, saya mendapat kesempatan mengikuti acara “Merajut Indonesia” yang disponsori Kementerian Dalam Negeri sejak Januari-Desember 2013. Pada awal Desember 2013 digelar acara puncak “Merajut Indonesia” di Merauke. Ikut hadir dalam acara itu Menpora KRT Roy Suryo dan jajarannya. Sementara tokoh penting dari Aceh adalah Muzakir Manaf, Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA), Ketua Umum Partai Aceh, sekaligus Wakil Gubernur Aceh.
Kehadiran Muzakir Manaf dalam even “Merajut Indonesia” tentu sangat bermakna bagi menumbuhkan benih perdamaian di Papua yang masih bernapas separatis. Di sana Muzakir berbagi pengalaman yang menjadi lesson learn dalam menumbuhkan inspirasi bagi warga Papua dalam merancang perdamaian di negerinya.
Melihat perannya itu, Muzakir Manaf bahkan layak disebut sebagai duta perdamaian bagi Indonesia. Di sela-sela kunjungan ke Papua, saya menyempatkan diri memasuki negara Papua Nugini melalui Kabupaten Timika. Penduduk Papua dan Timika berasal dari satu nenek moyang yang sama. Mereka menggunakan bahasa yang sama. Bentuk tubuh, warna kulit, dan raut wajahnya juga sama. Lebih dari itu, mereka juga memiliki tradisi dan pola hidup yang sama.
Secara umum, kondisi infarastruktur jalan di Papua dan Papua Nugini tampak sama. Kondisi jalan di Timika dan Papua--terutama melalui jalan masuk yang kami lalui--sama-sama dalam kondisi rusak dan berlumpur. Begitu juga kondisi pendidikan dan pola hidup.
Interaksi masyarakat Papua dan Papua Nugini sangat erat dan sulit dipisahkan. Sebagai contoh, setiap pagi ratusan masyarakat Papua Nugini berbondong-bondong untuk berbelanja ke Distrik Sota. Mereka melintasi jalan berlumpur dengan mengendarai sepeda motor. Di Pasar Sota mereka membeli sembako dan berbagai produk Indonesia. Transaksi berlangsung dengan memakai mata uang Papua Nugini, kina.

 Tuak campur spiritus
Menurut dosen salah satu universitas swasta di Merauke, Nurjannah, pola hidup masyarakat Papua sangat tidak sehat. Mereka setiap saat minum tuak yang dicampur dengan spiritus. Minuman tuak ini seperti kita mimum air putih. Akibatnya, jarang ada penduduk Papua yang bisa memasuki usia tua. Mereka rata-rata meninggal di bawah usia 45 tahun.

Jarang ada penduduk Papua yang hidup di atas 45 tahun. Ini karena pola hidup mereka yang setiap saat minum tuak bercampur spiritus. Selain itu, karena pola hidup free sex menyebabkan tingkat jangkitan HIV/AIDS juga sangat tinggi di Papua. Dua pola hidup ini menyebabkan mereka mati muda. “Perlu peran pemerintah yang lebih gigih dalam mengampanyekan pola hidup sehat di Papua,” kata Nurjannah.

Satu hal lain yang jarang diketahui publik adalah jumlah penduduk menurut agama. Penduduk Kabupaten Merauke ternyata didominasi oleh masyarakat muslim. Menurut Nurjannah, sekitar 60 persen penduduk Merauke muslim, sementara 40 persen lagi pemeluk berbagai agama. Itulah sebabnya mesjid agung berdiri megah di Merauke. Kumandang azannya mengingatkan saya pada Aceh. [email penulis: dpdknpiaceh@yahoo.com]

0 komentar:

Posting Komentar