Pengalaman Mengesankan di Negeri Ginseng
APA yang terpikirkan jika Anda harus pergi ke luar negeri pertama kali sendirian? Datang tanpa ada yang jemput di bandara, sementara belum bisa berbicara dalam bahasa setempat, maka perasaan waswas akan tersesat atau nyasar pastilah merasuki pikiran Anda? Nah, begitu juga dengan saya ketika pertama kali ke Korea Selatan (Korsel).
Tapi berbekal alamat kampus dan nomor telepon petugas administrasi sekolah, saya mendarat di Bandara Incheon tepat pukul 15.30 waktu Korea. Incheon sangat luas, teratur, rapi, bersih, dan nyaman. Tak salah jika beberapa jajak pendapat menempatkan bandara ini sebagai bandara terbaik di dunia dari segi pelayanannya.
Saat turun dari pesawat saya harus segera mencari kereta api yang akan mengangkut saya ke pusat imigrasi yang ada di bandara dan sesekali mendengar pengumuman dari pengeras suara dengan menggunakan empat bahasa, yaitu Korea, Inggris, Cina, dan Jepang.
Para pendatang diminta melakukan finger print dan foto seluruh muka sambil paspor diperiksa. Itu semua dilakukan dengan antrean yang sangat teratur. Setelah selesai kita dapat mengambil bagasi dan menukar uang ke dalam mata uang Korea, won. Saat saya tiba, 1 won setara dengan 10 rupiah.
Tidak ada portir yang rebutan mengangkut koper. Setelah itu saya segera mencari tempat penjualan tiket bus menuju Daejeon. Takut salah alamat, saya hanya menyebutkan bus Daejeon dan sang kasir langsung menunjukkan tempat, jam berangkat, dan jumlah uang yang harus dibayar. Karena bingung, saya keluarkan semua uang di dompet dan sambil tersenyum sang kasir hanya mengambil tiga lembar uang 10.000 won yang bergambarkan Raja Sojong dan mengembalikan 6.000 won. Jumlah itu sama seperti yang tertera di tiket.
Mencari bus di luar bandara tidaklah susah, hanya perlu tepat waktu berada di terminal yang telah ditentukan. Bus yang ada di bandara sangat nyaman dengan televisi dan sinyal wifi (saya pernah naik bus yang ada di Bandara Kuala Lumpur, namun ini benar-benar nyaman dan bersih). Jarak antara Incheon ke Daejeon bisa ditempuh selama tiga jam. Sepanjang jalan sangat bersih dan terlihat sawah yang hijau (makanan pokok penduduk Korea adalah beras). Jalanannya teratur, tak terlihat sepeda motor dan tak banyak mobil pribadi (mereka lebih memanfaatkan angkutan umum). Mungkin saya terlihat kampungan, tapi di Negeri Ginseng ini semuanya dilakukan secara otomatis, begitu pula dengan jalan tol tanpa penjaga dan tanpa polisi di jalan.
Bus akhirnya berhenti di Daejeon Terminal Complex. Tiba pukul 20.30 pm di terminal bukan berarti perjalanan ini sudah selesai. Saya harus mencari bus atau taksi menuju Kampus Geumgang University yang berjarak kurang lebih dua jam perjalanan lagi. Karena sudah sangat malam pilihan saya jatuh ke taksi. Mencari halte taksi merupakan kesulitan sendiri karena orang-orang yang saya temui rata-rata tak bisa berbahasa Inggris. Alhasil, dengan menggunakan bahasa isyarat sampailah saya di halte. Dengan alamat yang bukan dalam bahasa Korea membuat banyak sopir taksi bingung. Saya harus menunggu hampir 30 menit sampai seorang ibu menanyakan saya hendak ke mana masih dalam bahasa Korea. Sambil tersenyum saya tunjukkan alamat dan ia pun memberhentikan sebuah taksi dan pergi.
Taksi itu disopiri wanita. Ia memajang foto anaknya di dekat kaca. Saat saya berikan alamat ia langsung melacaknya melalui alat navigator yang ada. Ia berbicara panjang lebar dan tak satu pun dapat saya mengerti. Namun, akhirnya ia mendapatkan cara dengan mencari seseorang yang bisa berbahasa Inggris dan setelah dijelaskan saya jadi tahu bahwa ia mengatakan akan sangat mahal untuk naik taksi. Tapi apakah saya tetap akan melakukannya dan apakah saya punya cukup uang, karena semuanya menghabiskan 44.000 won? Tak ada pilihan lain, taksi semahal itu tarifnya saya tumpangi juga.
Selama di perjalanan, tiap kali ia mengatakan sesuatu, saya hanya tersenyum. Sopir taksi di Korea selalu dituntun oleh alat navigasi untuk mengingatnya akan jarak, waktu, dan kecepatan maksimum. Alat navigasinya bicara otomatis setiap belokan.
Sesampai di kampus sopir taksi tadi membantu saya menelepon pihak kampus karena SIM card Indonesia tidak bisa digunakan kecuali untuk beberapa jejaring sosial asal Korea. Taksi itu menurunkan saya tepat di depan asrama sesuai arahan administratif kampus. Ia membungkuk sambil mengucapkan selamat tinggal, lalu pergi. Pertanyaan saya di awal tadi pun terjawab sudah. Saya sampai dengan selamat walaupun buta daerah yang akan dikunjungi. Saya tak tahu di negara lain, namun bepergian seorang diri ke Korea sangatlah aman. Ini patut dicontoh oleh orang Aceh yang sedang menggalakkan Tahun Kunjungan Wisata. Setiap tamu yang berkunjung ke Aceh, haruslah kita perlakukan ramah dan nyaman.
[email penulis: red_five_italy@yahoo.com]
0 komentar:
Posting Komentar