Guru SD Taiwan Bergelar Master
SEMESTER ini (semester III) banyak hal baru dari sisi akademik maupun nonakademik yang saya dapatkan sebagai mahasiswa di program doktoral (S3/PhD) di Universitas Pendidikan Negeri Taichung Taiwan (NTCU), Republik Cina. Salah satunya adalah mayoritas guru sekolah dasar (SD) di Taiwan ternyata bergelar master (S2).
Kondisi ini tentu berbeda jika ingin kita bandingkan dengan situasi kita di mana masih ada tenaga pengajar di perguruan tinggi yang masih memperbantukan tenaga pengajar bergelar S1. Sementara di Taiwan, guru yang sehari-hari mengajar di jenjang SD, sebagian besarnya sudah mengantongi ijazah S2. Jika kita merujuk ke Undang-Undang Sisdiknas 2003 yang mensyaratkan ijazah S2 sebagai tingkat pendidikan terendah menjadi dosen, maka sebagian besar guru SD di Taiwan sudah memenuhi kualifikasi jadi dosen di Indonesia.
Apa yang saya sampaikan ini benar-benar sebuah kejutan dari sebuah penelusuran sederhana yang tidak pernah saya rencanakan. Rasa keingintahuan saya muncul ketika awal semester ini ada satu mata kuliah yang mahasiswanya digabung antara mahasiswa lokal (berasal dari Taiwan) dan mahasiswa internasional (berasal luar Taiwan, Korea Selatan, Vietnam, Thailand, dan Indonesia). Pada semester-semester lalu, dalam kelas internasional tak ada mahasiswa lokal, tapi kali ini benar-benar beda. Dalam pikiran saya, ini kesempatan bagus untuk mendapatkan wacana dan pemahaman baru dari sudut pandang berbeda lewat berbagai presentasi, adu argumentasi, dan seterusnya.
Tak ada yang berbeda dalam bulan pertama dan kesan yang ada adalah saya bersama rekan kelas internasional lainnya mendapatkan kesempatan bagus untuk belajar dengan mahasiswa/i lokal.
Pada bulan kedua, sudah mulai ada persentasi, pemaparan ide, dan tanya jawab yang intens di dalam kelas. Hal ini dikarenakan sebelum memaparkan presentasi mereka memperkenalkan diri yang membuat mahasiswa internasional tercengang sekalipun kami coba menutupinya. Di slide pertama presentasi mereka cantumkan nama beserta tempat mereka bekerja. Ternyata, rata-rata rekan sekelas saya itu guru SD. Hanya dua orang yang dosen. Kenyataan di atas itulah membuat saya ingin mengetahui lebih jauh tingkat pendidikan guru SD Taiwan mengingat rekan-rekan sekelas kami tersebut sekarang sedang mengambil program doktor. Bagaimana dengan guru-guru SD lainnya?
Berdasarkan pertanyaan di atas, saya meminta waktu berdiskusi dengan beberapa rekan tersebut. Diskusi pertama saya lakukan dengan rekan bernama Lu-Yu Ju, guru SD Li Xing Xiao Xue di Kecamatan Bei Xi Taichung. Ia katakan, di sekolahnya paling kurang terdapat 80% guru sudah S2, sementara 5% persennya sudah S3.
Diskusi kedua saya lakukan dengan rekan bernama Bai-Xiao Shan, guru SD Chang Hua Xiao Xue di Kecamatan Chang Hua. Menurutnya, di sekolahnya paling kurang 60% guru sudah S2, sementara 4% sudah S3. Ia tambahkan bahwa sekolahnya tergolong sekolah besar sehingga kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi harus disiasati dengan beban mengajar bagi guru-guru.
Sementara itu, diskusi ketiga saya lakukan dengan rekan bernama Shih-Hsiu Chia, guru SD Guan Fu Xiao Xue, berasal dari luar Kota Taichung (Kabupaten Nantao). Ia sebutkan bahwa di sekolahnya paling kurang 80% guru sudah S2, sementara 10% persennya S3.
Untuk mengkroscek informasi itu, saya minta kesempatan untuk berdiskusi dengan rekan bernama Chun-Jey Chang, pegawai Dinas Pendidikan Kota Taichung. Ia juga salah seorang mahasiswa di dalam kelas kami kali ini. Dia tak dapat menyebutkan secara pasti berapa persentasi guru Taichung yang sudah S2. Namun ia perkirakan 70% hingga 80% sudah S2 dan antara 3% hingga 7% sudah S3. Sementara sisa lainnya masih S1 yang terdiri atas guru baru diangkat atau guru-guru yang akan memasuki masa pensiun.
Berdasarkan paparan di atas, maka analogi sederhananya, jika guru SD saja rata-rata sudah S2 (bahkan sudah S3), maka guru SLTP, apalagi SLTA hampir dapat dipastikan persentase tingkat pendidikan, khususnya yang sudah S2 pasti lebih tinggi. Pantas saja Taiwan selalu berada di peringkat dunia dalam pencapaian prestasi pendidikan, karena guru-guru mereka berpendidikan lebih tinggi satu hingga dua tingkat dari guru-guru lain di dunia (lihat hasil PISA 2013). Mudah-mudahan apa yang saya sampaikan ini menginspirasi kita di Aceh, daerah yang salah satu keistimewaannya justru di bidang pendidikan.
0 komentar:
Posting Komentar