Gambar Mengerikan pada Rokok Taiwan

TAIWAN adalah negeri yang memiliki perhatian besar terhadap kesehatan. Ini dapat dilihat dari keseriusan pemerintahnya dalam “menjinakkan” para perokok.
Rokok, sama seperti halnya di Indonesia, juga diperjualbelikan di Taiwan. Namun demikian, tidak semua orang diperbolehkan membeli rokok secara bebas di sini. Orang-orang yang diperbolehkan membeli dan menikmati rokok hanyalah yang sudah dewasa atau berusia 18 tahun ke atas. Para kasir di setiap swalayan akan melihat dan menanyakan apakah si pembeli sudah berusia 18 tahun ke atas atau belum. Mereka tidak hanya memikirkan keuntungan belaka dengan “mengobral” rokok kepada semua orang. 
Rokok di Taiwan tidak ada yang dijual secara eceran, semua rokok dijual per bungkus dan hanya tersedia di swalayan-swalayan. Sebungkus rokok di Taiwan sangatlah mahal dibandingkan dengan sebungkus rokok di negeri kita. Per bungkusnya berkisar 70-80 NT, sekitar Rp 23.800-Rp 27.700 (tergantung dari merek rokok yang dibeli) dengan isi 16 batang.
Untuk menumbuhkan kesadaran para perokok tentang arti penting kesehatan, Pemerintah Taiwan memasang gambar-gambar penyakit yang disebabkan oleh rokok di setiap bungkus rokok. Mulai dari paru-paru hitam, gusi hitam, gigi yang kuning dan berlubang hingga gambar janin yang rusak disebabkan asap rokok.
Langkah pemerintah tidak hanya sampai di situ. Pemerintah juga mensterilkan tempat-tempat umum dari pecandu rokok. Seperti bandara, stasiun, terminal, bus, kafe, dan lain-lain. Pemerintah Taiwan  mengatur sanksi tegas berupa denda sebesar 10.000 NT (Rp 3.400.000) bagi siapa saja yang tetap melanggar.
Bagi para mahasiswa perokok, merokok di Taiwan menjadi “penjara”. Mereka hanya diperbolehkan merokok di taman sekitar kampus dan tidak boleh berkeliaran sambil menenteng rokok. CCTV di setiap pojok asrama siap mengintai gerak-gerik mereka dan alarm asap di setiap kamar siap berbunyi ketika mendeteksi asap. Sanksi yang sama juga berlaku bagi mahasiswa apabila mereka melanggar.
Keseriusan dan ketegasan Pemerintah Taiwan sangat membuahkan hasil. Kita tidak akan melihat perokok di tempat-tempat umum dan kampus. Udara yang kita hirup pun segar dan bebas dari asap berbau tembakau yang menyembunyikan banyak penyakit.
Tentu ini berbeda jauh jika dibandingkan dengan negeri kita, khususnya Aceh yang menjadi “surga” bagi para pecinta si kulit putih sepanjang 9 cm dan “nereka” bagi pecinta kesehatan. 
Di nanggroe kita tercinta akan sangat mudah kita temukan orang merokok di tempat-tempat umum seperti di bus, labi-labi, warung kopi, terminal bahkan mushalla. Ironisnya si perokok terkadang cuek terhadap ibu hamil, wanita, atau anak-anak yang berada di sekeliling mereka yang juga menjadi “perokok” tanpa filter.
Kita harus akui pemerintah kita masih lemah dalam mengawasi rokok dan pencintanya dan lemah pula kesadaran masyarakat kita akan arti kesehatan meski di setiap bungkus rokok sudah dicantumkan peringatan bahwa merokok itu dapat mengganggu kesehatan.
Oleh karena itu, kesadaran akan kesehatan harus kita tumbuhkan dari diri kita sendiri dan sedini mungkin sebelum penyakit menggerogoti paru-paru yang sudah Allah berikan kepada kita. Marilah kita hormati orang-orang yang tidak merokok dengan tidak merokok di sekeliling mereka. Pepatah Arab mengatakan, “Ahsihhatu taajun `alaa ru`usi ashihhaa`, laa yarahaa illa l-mardha” (Kesehatan itu adalah mahkota di atas kepala orang-orang yang sehat, tidak ada yang bisa melihat mahkota itu kecuali mereka yang sakit). 
[email penulis: faisalelsarakh@gmail.com]

0 komentar:

Posting Komentar