Dhapu Aceh dan Kuliner Andalan

DHAPU (Dapur) Aceh adalah kegiatan kuliner yang diprakarsai oleh pelajar dan masyarakat Aceh di Canberra yang tergabung dalam Aceh Australian Society (AAS)-Chapter Canberra. AAS-chapter Canberra merupakan cabang dari AAS pusat yang bertempat di Sydney, sebuah organisasi nonpolitik, pemersatu masyarakat Aceh di Australia.
Tujuan pendirian Dhapu Aceh ini adalah untuk mempererat hubungan keluarga Aceh di Kota Canberra dan fundraising (penggalangan dana) untuk pembangunan meunasah masyarakat Aceh di Sydney. Dhapu Aceh telah dirintis dua tahun lalu oleh dr Iskandar Isda (Kepala Puskesmas Kembang Tanjong/pengusaha bakso Isaura Banda Aceh), Cut Dewi (mahasiswa program doktor di Australia National University/dosen FT Unsyiah/), Teuku Saiful (warga Aceh di Australia), Abdullah (warga Aceh yang telah menjadi warga negara Australia), Fajran Zain (mahasiswa prgram doktor di Australia National University/dosen/Aceh Institute), Bukhari Sanusi (Permanent resident Australia), dan Teuku Murdani (Mahasiswa Program Master di University of Canberra).
Tahun-tahun pertama berdirinya Dhapu Aceh tentu saja banyak kendala yang dihadapi. Misalnya, legalitas organisasi dan minimnya warga Aceh di Canberra. Sampai pada akhirnya AAS Sydney menerima proposal untuk pembukaan cabang organisasi ini di Canberra.
Setelah itu, berbagai kegiatan kuliner telah diikuti oleh tim Dhapu Aceh dari skala kecil sampai besar. Alhamdulillah, tahun ini Dhapu Aceh semakin memantapkan diri untuk memperkenalkan Aceh pada dunia melalui kuliner-kuliner Aceh yang spesifik.
Suksesnya kerja keras tim Dhapu Aceh tahun ini terbukti setelah berhasil terdaftar kembali di acara besar Canberra, National Multicultural Festival Canberra tanggal 8 Februari 2014, setelah tahun lalu kami juga melakukan hal yang sama. Kegiatan ini menampilkan seluruh budaya dan kuliner dunia yang ada di Canberra.
Tidak semua tim kuliner terdaftar di acara besar ini. AAS-Chapter Canberra melalui Dhapu Aceh adalah satu-satunya paguyuban dari Nusantara yang ambil bagian dalam even ini. Peraturan yang ketat untuk lulus sertifikasi kelayakan makanan serta semua makanan wajib diasuransikan, merupakan kendala tersendiri bagi paguyuban-paguyuban lain yang ingin mendaftar.  
Setelah dilakukan beberapa seleksi, ujian, dan pelatihan, alhamdulillah Dhapu Aceh dimasukkan ke dalam list tim kuliner berizin yang sesuai standar dari Health Protection Service (HPS) untuk berjualan makanan-makanan Aceh. Beberapa aturan main yang ditetapkan HPS harus diikuti. Misalnya, tak boleh memakai perhiasan tangan bagi koki dan penghidang makanan, wajib memakai celemek, sarung tangan, dan penutup kepala, semua makanan yang disajikan harus dimasak di lokasi, suhu bahan baku tidak boleh lebih dari 5 derajat Celcius, dan pengecekan dilakukan setiap satu jam sekali oleh panitia.
Tahun ini, Dhapu Aceh menyajikan tiga menu andalan utama, yaitu sate matang, kari Aceh, dan mi aceh dengan harga 5 dolar Australia per porsi. Rasanya agak disesuaikan dengan lidah bule yang tidak tahan bila terlalu pedas. Minumnya, tentu saja kopi Aceh.
Di bawah terik mentari dan suhu cuaca 35 derajat Celcius tidak menyurutkan antrean pengunjung yang ingin mencicipi masakan khas provinsi ujung barat Indonesia ini. Antrean yang didominasi bule dan Arab ini bisa dikatakan panjang dibandingkan di stan-stan yang lain. Mungkin juga tulisan HALAL menjadi daya tarik tersendiri bagi warga muslim Australia.
Masyarakat Canberra sangat heterogen. Meski ber-KTP Australia, tetapi kebanyakan mereka pendatang dari India, Pakistan, Timur tengah, dan Eropa Timur. Merekalah yang mencicipi kuliner Aceh. Artinya, masakan Aceh telah dirasakan oleh masyarakat dari berbagai benua.
Kendala tahun ini sedikit berkurang karena sudah ada aset tetap, legalitas organisasi sudah ada, dan sudah ada arahan yang jelas.
Kelanjutan Dhapu Aceh ke depannya juga sangat tergantung dari keaktifan generasi masyarakat Aceh berikutnya di Canberra, mengingat anggota tim Dhapu Aceh tahun ini banyak yang akan kembali ke Aceh karena sudah menyelesaikan kuliahnya.
Mudah-mudahan dengan kehadiran Dhapu Aceh ini dapat memperkenalkan Aceh pada dunia dan yang terpenting dapat membangun sebuah meunasah masyarakat Aceh di Sydney. Setidaknya ada sesuatu yang dapat kita perbuat untuk Aceh selama di perantauan ini, yaitu mendirikan meunasah masyarakat Aceh di Sydney yang mudah-mudahan menjadi sedekah amal jariyah bagi paguyuban Aceh di Australia, terutama warga yang berada di Canberra.
Bagi masyarakat Aceh yang ingin melajutkan studi di Australia, terutama yang memilih Canberra, sangat diharapkan partisipasinya demi kelanjutan Dhapu Aceh dan terbangunnya meunasah tersebut. Mari belajar sambil beramal. [email penulis: oka_mardian@yahoo.com]

0 komentar:

Posting Komentar