Inti Kemerdekaan Cina adalah Mutu Pendidikan

DI sepanjang Jalan Laufushan, ketika saya baru turun dari angkutan umum dan berbaur kembali dengan penumpang yang berjalan ke tempat berikutnya, saya tak melihat bendera-bendera Republic of China dipasang di penjuru jalan protokol Kota Nanchang itu. Bendera hanya dikibarkan di beberapa tempat saja, paling-paling di gedung-gedung pemerintahan.
Hari itu, awal Oktober 2013, rakyat Cina merayakan 64 tahun kemerdekaannya. Penyambutan hari kemerdekaan di Cina, seolah-olah memberi saya pertanda bahwa simbolitas bendera bukanlah makna kemerdekaan seutuhnya.
“Di negara kita, seminggu sebelum dan sesudah penyambutan hari kemerdekaan, bendera Merah Putih masih berkibar sesuai dengan instruksi pemerintah,” ujar kawan saya dari Makassar.
Angin bertiup kencang di lapangan tugu monumen Bayi Square. Selembar bendera Cina berukuran besar di tiang melikuk-likuk diempas angin. Saya tidak melihat ada orang berseragam militer yang memberikan pengamanan di tugu monumen itu. Hanya beberapa orang polisi tanpa senjata mondar-mandir di areal Bayi Square.
Dalam bahasa Cina tugu ini dinamakan NĂ¡nchang Bayi Guangchang. Ia bercerita tentang sejarah lahirnya tentara Cina dan revolusi kebudayaan. Di dinding-dinding tugunya terdapat ukiran yang menggambarkan semangat para tentara Cina memperjuangkan kemerdekaan negaranya. Ada sebagian pengunjung berfoto ria di depan tugu itu.
Pernah suatu ketika, Atase Pendidikan dan Kebudayaan Kantor Besar Republik Indonesia (KBRI) di Beijing, Chaerun Anwar, berkunjung ke Nanchang University. Ia mengatakan, Indonesia lebih awal mendapatkan kemerdekaan dari Cina dan kunci keberhasilan negara Cina salah satunya adalah program pendidikan.
Chaerun Anwar bercerita, pada 5 Mei 1998 Pemerintahan Cina meningkatkan program mutu pendidikan dengan cara subsidi pendidikan dan pemerataan prasarana dan sarana pendidikan di suluruh Cina. Mereka beranggapan, pendidikan adalah investasi masa depan untuk kemajuan Cina dan terbukti ada 37 universitas di Cina masuk dalam jajaran 100 top universitas terkemuka di dunia.
Nanchang University tempat saya melanjutkan studi saat ini, walaupun tak masuk dalam 100 top universitas di dunia, tapi prasarana dan sarananya cukup mendukung mahasiswa-mahasiswi dalam pengembangan studi dan praktikum. Bayangkan saja, luas Kampus Nanchang University lebih kurang 500 hektare, sedangkan luas Kopelma Darussalam, Banda Aceh, hanya 162 hektare.
Dalam Pasal 11 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselengaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
Saya sempat berpikir, jika Pemerintah Indonesia menjalankan kewajiban ini sesuai dengan amanah undang-undang, maka dunia pendidikan kita akan maju seperti halnya Cina. Selain itu, jika sentrum pendidikan kita di Indonesia tidak berpusat di Pulau Jawa dengan program pemerataan mutu pendidikan seperti yang dilakukan Pemerintah Cina, maka tentu saja universitas-universitas di provinsi lain di Indonesia akan menjadi kebanggaan calon mahasiswa nasional atau mahasiswa internasional.
Saya bercerita pada teman asal Makassar bahwa di Aceh semasa konflik dulu, sebulan sebelum dan sesudah perayaan hari kemerdekaan, bendera Merah Putih tetap wajib dikibarkan di rumah-rumah. Selain itu, saya telanjur memaknai di negara kita bahwa kemerdekaan adalah simbolitas bendera semata plus kumandang lagu Indonesia Raya yang disudahi dengan lomba panjat pinang. Setelah itu selesai. Rutinitas yang demikian terulang lagi pada tahun berikutnya. 
[email penulis: pri_zal@yahoo.co.id]

0 komentar:

Posting Komentar