Timphan Aceh di Malaysia

SIAPA orang Aceh yang tak mengenal timphan? Lepat khas Aceh yang terbuat dari tepung gandum dicampur pisang atau rebusan labu dan santan ini rasanya lezat dan lembut. Terlebih apbila isinya asokaya (serikaya) yang terbuat dari tepung dicampur telur dan gula.
Nah, hal yang ingin saya laporkan kali ini adalah menyangkut kisah timphan di kampus saya, Universiti Pendidikan Sultan Idris (UPSI), Tanjung Malim, Perak, Malaysia.
Kampus saya baru saja menyelenggarakan kegiatan yang bertujuan memperkenalkan negara-negara yang mahasiswanya kuliah di UPSI. Setiap mahasiswa dari negara berbeda diminta memperkenalkan makanan khas negerinya. Even ini dinamai International Food Fiesta. Wakil negara-negara yang berpartisipasi dalam acara ini, antara lain, Nigeria dengan makanan khasnya waina, terbuat dari campuran telur dan tepung gandum. Turki menampilkan kurdon kebab, Kurdistan menyajikan iprakh, terbuat dari nasi yang dibaluti daun anggur. Sedangkan wakil Amerika Serikat menghidangkan brownies. Beberapa wakil negara lainnya yang ikut dalam even ini adalah Cina, Brunei Darussalam, Thailand, dan Indonesia.
Dalam acara tersebut, alhamdulillah, timphan menjadi pilihan kami semua sebagai makanan yang kami tawarkan dalam rangka memperkenalkan Indonesia, khususnya Aceh. Mengapa? Sebab kami berpikir, inilah kesempatan yang bisa kami tawarkan kepada dunia luas tentang keanekaragaman Indonesia, khususnya Aceh, negeri islami yang berada di ujung paling barat Indonesia.
Tak hanya timphan, kami juga memperkenalkan rujak aceh yang tentu saja benar-benar seperti rujak aceh yang sebenarnya. Nah, yang cukup menarik adalah fase mempersiapkan semua kebutuhan tersebut. Di pagi buta, seorang teman saya, Ida Fitria, mahasiswi Magister Sains Psikologi harus pergi ke pasar pagi untuk membeli semua kebutuhan buah yang diperlukan untuk kedua jenis makanan itu.
Sementara itu, beberapa orang teman lainnya harus pergi ke pinggir sungai untuk mencari daun pisang yang akan digunakan untuk membalut timphan sebelum dikukus.
Lalu pada malam harinya kami dengan penuh semangat membuat timphan dan rujak. Dibantu oleh seorang ibu dari Aceh, akhirnya kedua jenis makanan tersebut berhasil dihidangkan dalam International Food Fiesta.
Hal menarik lainnya adalah ketika semuanya dihidangkan secara apik menggunakan tumpo (kelapa campur gula aren) dan beberapa hiasan dari sayur mayur lainnya.
Lalu, senang rasanya ketika mendengar komentar-komentar dari mereka yang bukan dari Aceh ketika merasakan timphan tersebut. Salah seorang teman kami yang berasal dari Kurdistan berkomentar sambil melebarkan kedua kelopak matanya, “Nice food and it’s really sweet, the taste is good.”
Mereka yang berasal dari negeri jiran juga tak mau ketinggalan, berebutan merasakan makanan tersebut. Beberapa dari mereka juga berkomentar bahwa inilah pertama kali merasakan makanan khas Aceh yang unik, sangat berbeda dengan makanan mereka.
Ya, itulah beberapa komentar dari teman-teman yang berasal dari luar negeri tentang timphan dan rujak aceh yang kami hidangkan dalam International Food Fiesta tersebut. 
Hal lainnya yang menarik adalah adanya komentar dari salah satu dosen di UPSI dari Indonesia tentang makanan tersebut, meskipun beliau orang Indonesia namun mengaku belum pernah merasakan timphan. Hingga akhirnya, acara tersebut selesai dan semua timphan yang berjumlah 170 potong tersebut ludes dilahap oleh semua peserta. Hmmm, senangnya hati kami. Karya kami diapresiasi luar bisa oleh pengunjung festival. [email penulis: q_ta16@yahoo.com]

0 komentar:

Posting Komentar