Tujuh Ton Emas Perindah Masjid Nabawi

MASYA Allah. Secara arsitektur, desain, konstruksi, dan finishing Masjid Nabawi kini sangatlah indah, megah, mewah, dan sempurna. Untuk menambah kemegahan masjid berukuran 1.000 x 1.500 meter ini, kini semua lampu hias di dalam masjid diberi bingkai ukiran emas. Untuk membingkai semua lampu tersebut konon menghabiskan lebih dari tujuh ton emas.
Keindahan lain Masjid Nabawi sekarang ini adalah di sekelilingnya dilengkapi lebih seratus payung raksasa buatan Jerman yang canggih dan modis. Perkiraan harga per payung lebih dari lima miliar rupiah.
Kehebatan lain Masjid Madinah ini adalah tempat parkir mobil yang mampu menampung ribuan mobil dan bus di lantai tiga dan lantai empat bawah tanah. Tersedia pula eskalator dan penyejuk udara. Walaupun saya sudah pernah mengunjungi Madinah dan shalat jamaah di Masjid Nabawi, tapi tetap saja kekaguman saya kian bertambah dalam kunjungan bersama istri kali ini. Kesan ini juga dialami Prof Abubakar Karim MS (Ketua Bappeda Aceh), Tgk Abdullah Saleh SH (anggota DPRA), dan 93 orang lainnya yang berumrah dari Banda Aceh melalui jasa sebuah biro perjalanan haji dan umrah. Pokoknya, saya tak mampu mengungkapkan dengan kata-kata betapa indahnya masjid yang di dalamnya ada makam Nabi Muhammad saw ini.
Hal luar biasa lainnya yang dapat saya laporkan dari perspektif hukum dan sosiologis terkait Nabawi adalah perilaku jamaahnya. Lebih sejuta muslim melakukan shalat jamaah lima kali sehari di masjid ini. Dari berbagai bangsa, negara, suku, dan berbagai bahasa, laki-perempuan, tua-muda, menyatu dalam satu “orkestra” kebersamaan.
Imam merupakan khalifah yang ri’ayah dan mas’uliyah yang sangat dipatuhi. Tak ada jamaah yang menelikung dari komando imam. Tk seorang jamaah pun yang berani sujud duluan tanpa komando imam. Semua taat pada aturan. Sehingga, walaupun ratusan ribu orang dalam satu masa, tapi semuanya tertib dan teratur. Tak ada yang saling tolak, saling sikut, apalagi saling tumbuk.
Jamaah selalu penuh sesak. Terlebih lagi di kawasan Raudhah, yaitu saf antara mihrab dan mimbar Nabi Muhammad, selalu penuh sesak.
Berdoa di kawasan Raudhah yang dijuluki “salah satu taman surga” ini dijamin mustajabah. Makanya, meski luas Raudhah hanya 20 x 10 meter, tapi berjuta orang Islam berdoa di kawasan ini setiap Jumat.
Syukur alhamdulillah, walaupun ratusan ribu orang berjamaah, malah bahkan lebih dari satu juta orang berjamaah Jumat dalam Masjid Nabawi ini, tapi tidak pernah sekalipun terjadi pertikaian atau konflik. Semua stakeholder insan masjid tersebut, baik pimpinan, pengurus, pekerja maupun jamaahnya selalu dalam keadaan damai dan tenteram.
Perasaan kita selalu damai dan nyaman berada di dalam Masjid Nabawi ini. Makanya, seusai shalat berjamaah umumnya jamaah mengaji atau mempelajari Alquran.
Tersedia ratusan ribu Alquran yang ditata rapi dalam rak-rak berlapis emas. Tersedia juga ribuan Alquran yang ada terjemahannya, termasuk terjemahan dalam bahasa Indonesia. Semua Alquran tersebut dipasok dari percetakan Alquran terbesar di dunia milik almarhum Raja Fahd yang sudah diterjemahkan ke dalam 59 bahasa di dunia.
Bagi yang ingin mendalami Ilmu Alquran, pengurus masjid juga menyediakan banyak guru muda yang siap memberi penjelasan atas pertanyaan jamaah dalam bahasa Arab dan Inggris. Kesan saya, Teungku Arab tersebut pintar, ramah, dan bersahabat. Tapi saya tidak tahu apakah beliau juga bisa berbahasa Indonesia atau tidak.
Jamaah dalam masjid saling senyum dan saling menyapa, walaupun dalam bahasa yang berbeda. Bahasa tubuh sangat membantu. Kita seakan-akan akrab dalam kebersamaan. Untuk memulai pembicaraan, kita cukup mengatakan “Indonesy” yang akan disambut dengan senyuman dan balasan asal negara dari teman kita bicara.
Karena jamaah berasal dari berbagai bangsa dan negara, maka jenis pakaian yang mereka digunakan pun beraneka ragam. Tapi walaupun pakaian jamaah beraneka, toh tujuan utama dan tindakan tetap sama, yaitu sama-sama mengharapkan ampunan dosa dan masuk surga.
Pengalaman shalat jamaah di Nabawi benar-benar damai dan teduh. Sehingga, praktis, waktu di Madinah sebagian besar kami alokasikan untuk iktikaf di Masjid Nabawi. Walaupun biro perjalanan menyewa hotel berbintang lima untuk kami, tapi kamar mewah itu hanya sebentar saja kami gunakan. Selebihnya, berada di Masjid Nabawi.
Urusan pekerjaan dunia, untuk seminggu ini kami cutikan. Tak ada diskusi politik dan lainnya sekalipun ada beberapa di antara kami yang politisi, birokrat, dan akademisi. Semua khusyuk berdoa untuk mengharapkan rida Ilahi Rabbi. Saya berharap, semua pembaca laporan saya ini diberi kemudahan dan kesanggupan untuk mengunjungi Masjid Nabawi dan Masjidil Haram di Mekkah dalam rangka menunaikan ibadah umrah atau haji. Amin. [email penulis: taqwaddin-husein@yahoo.com]

0 komentar:

Posting Komentar