Festival Budaya Seluruh Dunia

JUMAT dan Sabtu malam lalu, digelar 1 World Culture di Nilai University Malaysia. Acara yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan Malaysia sejak tahun 2009 ini bertujuan menghasilkan pemahaman budaya antarbangsa yang lebih besar di kalangan mahasiswa internasional yang studi di Malaysia.
Melalui even tahunan ini, diharapkan seluruh mahasiswa internasional yang menuntut ilmu di Malaysia mendapat kesempatan mempelajari budaya masing-masing negara, sehingga tercipta hubungan yang lebih baik dan persahabatan di antara pelajar lokal dan internasional.
Dalam 1 World Culture kelima ini, Kementerian Pendidikan Malaysia menggandeng Nilai Universiti dan University Putra Malaysia (UPM) sebagai mitra. Even ini dibagi ke dalam dua kategori, yaitu vocal dan dance category. Untuk vocal category dilaksanakan di University Putra Malaysia, sedangkan dance category diadakan di Nilai University keesokan harinya.
Tahun ini saya dan beberapa pelajar internasional lainnya dipercaya  Universiti Pendidikan Sultan Idris (UPSI) mewakili universitas tempat kami belajar tampil di ajang kompetisi internasional ini untuk kategori menari. Untuk ikut kompetisi ini, pihak international office bekerja sama dengan fakultas musik di UPSI membentuk satu grup tari yang terdiri atas 12 pelajar internasional. Lima pelajar dari Aceh, satu dari Melayu, dan enam pelajar dari Namibia.
Pada kompetisi kali ini, UPSI coba membuat konsep yang berbeda dengan tahun lalu. Jika tahun lalu pelajar internasional yang mengikuti kompetisi ini membawakan tarian dari negara masing-masing, kali ini konsep tersebut ditukar. Kami, lima pelajar Aceh, dipasangkan dengan satu pelajar Namibia untuk membawakan tarian khas dari Namibia, sedangkan lima pelajar Namibia dipasangkan dengan satu pelajar Melayu untuk membawakan tarian khas Melayu. Konsep ini diharap akan memberikan element of surprise bagi para dewan juri.
Awalnya ini menjadi tidak mudah bagi kami, para penari untuk melakukannya. Kami, pelajar Aceh yang sudah biasa menarikan tarian khas Aceh sangat sulit melakoni gerakan-gerakan yang ada pada tarian Namibia. Begitu juga sebaliknya, pelajar Namibia yang sudah terbiasa melakoni tarian seperti hip-hop diharuskan belajar melakoni tarian Melayu yang terkenal lemah gemulai. Tapi kami sejak awal sudah bertekad untuk belajar dan kami hanya memiliki waktu kurang dari satu bulan untuk berlatih sebelum kompetisi dimulai.

Namun, persiapan yang serba terbatas itu akhirnya memberikan hasil yang sangat memuaskan. Kami berhasil mendapatkan predikat first runner up di ajang kompetisi internasional ini, menyisihkan 16 universitas lainnya yang ikut kompetisi. Tentu saja, ini memberikan kebanggaan tersendiri bagi kami karena sudah berhasil mengharumkan nama universitas di ajang internasional. Semoga kompetisi seperti ini bisa diadakan di Indonesia, khususnya Aceh, sehingga pelajar-pelajar internasional yang berada di Indonesia dapat mempelajari keanekaragaman budaya Indonesia yang sangat indah. 
[email penulis:ayu_fajri89@yahoo.com]

0 komentar:

Posting Komentar