Berhaji dari Jerman

SEBAGAI orang Aceh, awalnya tak pernah terbayang oleh saya dan suami akan berhaji dari negara orang. Tapi dari teman-teman yang sudah pernah haji dan umrah, kami lalu mendapat informasi tentang bagaimana prosedur berhaji dari Jerman. Peluang ini tidak kami lewatkan.
Mulailah kami hubungi beberapa biro perjalanan untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan sehingga bisa menjadi calon jamaah haji.
Setelah semua syarat terpenuhi, kami kuatkan tekad untuk berhaji dari Jerman. Orang Arab menyebut Jerman dengan ‘Alemania’. Ya begitulah, akhirnya kami memilih biro perjalanan bernama Soultreat  untuk bertolak ke Arab Saudi dari Negeri Alemania ini.
Kantor Soultreat kebetulan ada di Frankfurt, dekat dengan tempat domisili kami. Lagi pula istri pendiri biro jasa perjalanan ini berdarah Melayu. Jadi, secara bahasa kami mudah berkomunikasi dengannya. Di samping itu, perusahaan ini menyediakan opsi untuk memilih amirul hajj  dengan berbagai bahasa, seperti Jerman, Inggris, Prancis, Arab, Barber-Maroko. Kami akhirnya memilih amirul hajj berbahasa Inggris dan Jerman.
Semua hal terkait perjalanan haji mulai dipersiapkan. Bukanlah hal yang mudah mengumpulkan perlengkapan haji di negeri yang muslimnya minoritas seperti Jerman. Kami juga harus mengikuti seminar dan manasik haji yang semuanya disampaikan dalam bahasa Jerman. Seminar hanya berlangsung dua sampai tiga kali pertemuan. Selebihnya, kita sendiri yang sangat dituntut untuk mandiri, mempelajari semua yang berhubungan dengan ibadah haji.
Selain memperbanyak ilmu, kita juga harus mempersiapkan fisik. Misalnya, memperbanyak jalan kaki sebagai latihan rutin.
Tanggal pemberangkatan pun akhirnya tiba. Kami naik pesawat Lufthansa dari Frankfurt am Main menuju Jeddah. Labbaika ya Rabbi. Penerbangan memakan waktu lebih kurang lima jam. Walaupun kami berangkat dengan kuota haji Jerman, tapi di rombongan kami terdapat banyak warga Jerman keturunan Pakistan, Afrika, Maroko, Turki, Bosnia, Ukraina, Masedonia, dan tentu saja bule muslim Jerman serta dari beberapa negara lain.
Seluruh rombongan haji dari travel yang membawa kami jumlahnya lebih dari 900 orang. Terbagi dalam dua penerbangan. Selain dari Bandara Internasional Frankfurt am Main juga ada yang terbang dari Bandara Internasional Munich.
Sebagaimana halnya Indonesia, Jerman juga termasuk negara yang terkena dampak pengurangan kuota jamaah haji tahun ini sebesar 20 persen. Ini berakibat pada pengurusan visa haji yang lambat dan justru baru kami terima sekitar tiga hari menjelang keberangkatan ke Jeddah.
Segala puji hanya milik Allah, seluruh aktivitas haji kami, alhamdulillah, berjalan lancar.  Seminggu sebelum waktu wukuf di Arafah terjadi angin kencang yang sangat hebat, sehingga menerbangkan sebagian besar tenda-tenda di padang luas tersebut.
Perjalanan selama 25 hari terasa begitu singkat, sejak 30 Oktober lalu. Kami mengikuti berbagai program yang diselenggarakan panitia travel, seperti seminar dengan berbagai tema haji, program tajwid Quran, dan ziarah. Sungguh pengalaman spiritual yang tak mungkin terlupakan.
Di Madinah, kami juga bertemu dengan warga negara Indonesia yang berhaji melalui Australia, Inggris, Swiss, dan dari berbagai negara lainnya. Di tengah kecilnya kuota berhaji dari Tanah Air dengan peminat yang selalu bertambah tiap tahunnya--sehingga makin memperpanjang daftar tunggu (waiting list) calon jamaah haji Aceh-- saya terpikir mengapa tidak berhaji dari luar negeri saja bagi orang Aceh yang kebetulan sedang menetap di luar negeri. Cara ini bisa menjadi salah satu alternatif bisa cepat naik haji, tanpa harus mengurangi jatah kuota Indonesia tentunya. 
[email penulis: yusnie.zahara@gmail.com]

1 komentar: