Jeju = Aceh

JEJU merupakan salah satu pulau wisata dunia yang diakui Unesco. Keindahakan alamnya, di mata saya, tak jauh beda dengan Aceh. Kerinduan akan Acehlah yang menggerakkan saya mengulas sedikit beberapa kesamaan antara Jeju dengan Aceh kali ini.
Selama delapan bulan berada di Jeju menjalani program pertukaran pelajar, saya menemui beberapa hal yang dapat dikaitkan dengan Aceh. Beberapa hal tentang Jeju yang makin lama saya lalui semakin membuat saya rindu Aceh adalah: Gunung Halla. Jika ditanyai tentang Korsel, beberapa masyarakat Korea dan dunia menyebut Jeju, salah pulau wisata Korea yang terkenal dengan gunung setinggi 1.950 meter di tengah-tengah pulau tersebut.
Gunung ini difasilitasi akses pendakian dan dijadikan sebagai gunung wisata mendaki, karena sudah tak aktif. Para pendaki dapat mencapai puncak dan menikmati panorama Pulau Jeju dari atas dengan mendaki gunung ini selama enam jam. Setiap kali melihat Halla dari ruang kuliah, yang kebetulan universitas tempat saya belajar dekat dengan Halla, sontak saya teringat Gunung Seulawah Agam di Aceh Besar.
Saya berharap suatu saat Seulawah menjadi gunung wisata bagi para pendaki dan masyarakat Aceh. Pendaki dapat menikmati panorama indah dari atas gunung itu, seperti halnya warga Jeju menikmati pemandangan Pulau Jeju dari puncak Halla.
Hal kedua yang membuat saya rindu Aceh adalah Universitas Nasional Jeju. Universitas yang berdiri tahun 1952 ini merupakan universitas negeri dan menjadi universitas tujuan belajar sebagian pelajar di Korea sekaligus simbol kebanggaan masyarakat Jeju. Bagi saya, ini sama halnya dengan Universitas Syiah Kuala di Aceh yang menjadi belahan jantong hatee rakyat Aceh.
Hal lainnya adalah kimchi, asinan sayuran dengan rasa asam pedas hasil fermentasi. Minggu lalu kami (mahasiswa asing) mencoba buat kimchi dan beberapa menu makanan yang berbahan dasar kimchi. Masyarakat di sini begitu giat menyosialisasikan cara pembuatan kimchi kepada pelajar menengah sampai ke murid SD dengan membangun tempat wisata belajar budaya membuat kimchi. Para wisatawan asing juga dipandu dengan baik oleh pendamping yang menjelaskan secara detail proses pembuatannya. Tak heran jika kimchi begitu meluas di dunia dan banyak dibicarakan.
Dilihat dari rumitnya pembuatan kimchi, saya jadi ingat Aceh bahwa kita pun punya bumbu khas, yakni asam sunti yang pembuatannya juga rumit. Mulai dari mengasinkan dan menjemur belimbing sayur, lalu menghasilkan rasa khas asam asin tersendiri.
Selezat kimchi cigae (gulai berkuah kimchi) yang sempat saya cicipi, hampir selezat itulah gulai asam keueung Aceh yang berbahan asam sunti ditambah belimbing segar dan cabai.
Saya berharap, suatu saat punya kesempatan memperkenalkan dan mengembangkan budaya membuat asam sunti di Korea ini, layaknya tradisi mereka membuat kimchi secara massal.
Hal lainnya yang membuat saya terkenang Aceh adalah jeruk jeju. Berjalan lebih jauh di Jeju, kita akan dapati banyak kebun jeruk. Jika sudah musim berbuah, biasanya pemilik kebun membuka kesempatan bagi pengunjung yang ingin membeli dan memetik langsung. Selain itu, ada pula olahan jeruk Jeju seperti selai jeruk, cokelat jeruk, dan lain-lain. Di mata saya, jeruk jeju sama populernya dengan jeruk keprok di Gayo atau keripik pisang di Bireuen, pisang salee di Aceh Timur, dan pisang goreng di seantero Aceh.
Hal lainnya adalah kebiasaan minum kopi. Di sela-sela kesibukan sehari-hari masyarakat Jeju, minum kopi menjadi pilihan setelah makan maupun di sela-sela waktu istirahat. Adanya mesin kopi di setiap gedung kantor, kantin, dan perpustakaan memudahkan warga Korea meneguk kopi sambil bekerja di kantor, membaca di perpustakaan atau kegiatan lainnya. Begitu juga warung kopi sangat mudah ditemukan di sini, seperti halnya di Aceh.
Terakhir adalah 1.001 museum di Jeju. Dicanangkannya Jeju sebagai salah satu pulau wisata dunia, membuat pemerintah setempat serius membangun museum, galeri lukisan, dan galeri seni bernilai sejarah sampai yang bersentuhan dengan teknologi modern.
Jika dilihat lebih dekat, lukisan dan foto-foto yang ada di dalam galeri itu amat sederhana, namun seperti halnya Museum Tsunami di Banda Aceh, kemegahan dan kenyamanan galeri ataupun museum-museumnya telah menjadikan Jeju sebagai tempat 1.001 museum penuh karya. Setiap kali berkesempatan berkunjung ke museum atau galeri seni di Jeju, Aceh selalu terlintas di benak saya. Karya seni di Aceh yang beragam, mulai dari seni kaligrafi yang selalu menjadi cabang perlombaan MTQ maupun karya-karya hebat anak Aceh lainnya, mengapa tidak selalu kita pamer di galeri atau museum? Saya yakin, semua kaligrafi karya anak-anak Aceh jika dimuseumkan, pastilah menjadi daya tarik daerah syariat Islam yang luar bisa. Subhanallah. 
[email penulis: ans.qurrataaini@yahoo.com]

0 komentar:

Posting Komentar