Khatam Quran di Masjid Seribu Wali

MUSIM liburan merupakan musim yang sangat dinantikan oleh para pelajar dan mahasiswa di seluruh belahan dunia, tak terkecuali kami para mahasiswa yang sedang menimba ilmu di Universitas Dar al-‘Ulum al-Syar’iyyah, Hudaidah, Yaman. Musim liburan merupakan waktu yang sangat tepat untuk rihlah (pelesiran) ke tempat-tempat bersejarah untuk menjadikannya sebagai salah satu iktibar dalam menjalani kehidupan.
Untuk pelesiran, rute perjalanan yang kami tempuh berbeda-beda. Sebagian mahasiswa memilih rute timur Yaman dengan tujuan Kota Tarim yang dikenal sebagai “Kota Para Habaib” dan “Kota Seribu Wali”. Sementara mahasiswa lainnya memilih jalur tenggara Yaman dengan tujuan Kota Zabid yang terkenal dengan ilmu dan ulamanya. Sementara penulis mencoba melalui jalur timur daya dengan tujuan San’a (ibu kota Yaman) yang terkenal dengan sebutan Madinat al-Qadim yang berarti kota tua.
Perjalanan ke kota ini membutuhkan waktu enam jam perjalanan darat dengan melewati jalan yang berkelok-kelok dan curam melebihi jalan di Seulawah (Aceh Besar) dan Gurutee di jalur pantai barat-selatan Aceh. Adapun tempat yang ingin kami singgahi adalah sebuah masjid yang terdapat di kota tua ini bernama Masjid Jami’ Kabir.
Jami’ Kabir merupakan masjid tertua di Yaman. Menurut sebuah riwayat, masjid ini didirikan tahun ke-6 Hijriah atas perintah dan anjuran langsung dari Nabi Muhammad saw sebagaimana yang terdapat dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Thabrani dalam kitabnya, al-Mu’jam al-Aushath, “Berkata Wabr bin `Isa al-Khuzha’i ra: Nabi Muhammad saw berkata kepada saya, jika kamu membangun masjid di San’a, menghadaplah ke arah kanan gunung (yang disebut Dhin).”  Ini merupakan salah satu mukjizat Rasulullah saw. Pada saat itu tidak ada kompas ataupun peta secanggih yang ada pada abad ini. Namun, Nabi saw mampu menentukan arah kiblat dengan sangat tepat, tanpa meleset sedikit pun. Hal ini telah dibuktikan oleh para ilmuwan bahwa arah kiblat Masjid Jami’ Kabir memang tepat mengarah ke  Kakbah yang berada di Mekkah.
Setelah menentukan arah kiblat, sahabat ra pun meletakkan sebongkah batu besar sebagai petunjuk arah Kakbah untuk umat Islam pada masa itu. Alhamdulillah, batu bersejarah ini masih dapat kita saksikan sekarang dan menjadi salah satu penyebab masjid ini sering diziarahi maum Muslim serta diyakini sebagai salah satu tempat yang mustajabah doa.
Selain menjadi tanda mukjizat Rasulullah saw, penentuan arah kiblat ini juga menjadi salah satu bukti bahwa para sahabat Nabi Muhammad mempunyai karamah (keramat) yang luar biasa dengan kelihaiannya menentukan arah kiblat Masjid Jami’ Kabir sesuai dengan arahan dan petunjuk Nabi Muhammad saw. Keramat ini merupakan suatu pemberian Allah kepada para hamba-Nya yang terpuji seperti para sahabat ra dan ulama penerusnya.
Setelah menempuh perjalanan yang sangat melelahkan, akhirnya saya sampai juga ke tempat tujuan. Rasa takjub pun sontak muncul ketika pertama kali memasuki mesjid ini di mana para hamba Allah swt yang bermunajat kepada-Nya mencapai seribuan orang. Bukan hanya pada waktu shalat fardu, tapi bahkan di luar waktu shalat fardu pun jamaahnya tidak berkurang.
Jamaah yang beriktikaf ini duduk bersandar memenuhi tiap tiang masjid dan membaca Alquran. Terkadang satu tiang ditempati oleh enam orang jamaah dengan menggunakan jenis dan ukuran Alquran yang berbeda-beda. Ada yang menggunakan Quran berukuran besar (1 x 1 meter) sementara yang terkecil adalah seukuran saku, bahkan ada yang lebih kecil lagi, yaitu seukuran tiga jari tangan orang dewasa.
Tidak jarang pula dijumpai para penghafal Alquran tunanetra yang berjalan mengelilingi masjid setiap 30 menit sekali.
Penulis pernah mencoba berinteraksi dengan jamaah yang sedang membaca Quran tentang lamanya waktu yang diperlukan untuk khatam Quran. Beberapa jamaah ini memberikan jawaban yang berbeda. Tapi semuanya tidak kurang dari sebulan bahkan sebagian dari jamaah ini mengkhatamkannya dalam waktu seminggu dan sebagian lainnya dalam waktu dua hari bahkan ada yang satu hari.
Adapun rutinitas jamaah dalam mesjid ini pada malam harinya ialah pembacaan selawat dam maulid atas Nabi Muhammad saw yang dimulai setelah shalat Isya sampai pukul 22.00 waktu Yaman. Kedua hal inilah yang menginspirasi penulis menamai masjid ini dengan nama “Masjid Seribu Wali”.
Semoga rihlah kami ini memperoleh keberkahan dna rahmat dari Allah Swt yang diturunkan kepada para pencinta Alquran dan Rasulullah saw dalam masjid bersejarah ini. Amin yaa Rabb. 
[email penulis: alustaz.alasyii@gmail.com]

0 komentar:

Posting Komentar