Antusiasnya Warga Mesir Menziarahi Makam Ulama

SAYA sangat terkesan dengan semangat ziarah masyarakat Mesir ke makam-makam para ulama. Ada sebuah kesadaran dan rasa bangga pada masyarakat Mesir bahwa negerinya adalah negeri para ulama dan aulia. Dengan demikian, rasa takzim kepada ulama masih sangat besar meski gesekan-gesekan aliran keagamaan tetap terasa di sini.
Tinggal di Mesir terasa hambar jika tidak mengunjungi makam para ulama. Tidak sah datang ke Mesir jika orang Aceh tidak menziarahi makam Imam Syafi’i. Makam beliau terletak di dalam Masjid Imam Syafi’i, kawasan Sayyeda Aisya. Di masjid ini juga ada makam Imam Zakaria Al-Anshari yang dikenal dengan gelar Syaikhul Islam. 
Saya merasa beruntung karena tinggal berdekatan dengan Masjid Hussein yang di dalamnya terdapat makam Sayidina Hussein, cucu Nabi Muhammad saw. Banyak sekali orang Mesir yang datang dari berbagai provinsi berziarah ke sini.
Di pengujung musim dingin ini saya rencanakan untuk berziarah ke makam ulama tarikat Syaziliyah, yakni Abu Hasan Syazili di Kota Aswan, selatan Mesir. Ziarah terakhir kali saya lakukan bersama rekan-rekan Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir ke Provinsi Sinai untuk mengunjungi makam Nabi Saleh ‘alaihissalam.
Baru-baru ini organisasi Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) Kairo membuat program ziarah ke makam para ulama di Alexandria. Kota ini pada suatu masa dulu pernah menjadi lumbung ilmu. Banyak kuburan para fakih dan sufi di sini, seperti Imam Busyairi, pengarang kitab Burdah, juga kuburan Nabi Danil.
Saya memantau bagaimana masyarakat Mesir bisa menempatkan ziarah religi ini dengan sangat apik. Ziarah ke makam-makam para ulama dilakukan untuk memuaskan batin dan bertawasul. Sementara di Aceh saya merasakan sebaliknya, dua tahun lalu ketika mengunjungi  makam Teungku Chiek Pante Kulu, saya merasa sedih campur kecewa, karena makam pengarang hikayat Prang Sabi itu kurang terawat. Saya merasakan animo dan kesadaran masyarakat untuk berziarah sangatlah kurang. Ziarah ke makam-makam para ulama belumlah dijadikan sebagai bagian dari ibadah.
Di Mesir, walaupun masyarakatnya berprofesi sebagai birokrat, namun ia tetap menyempatkan diri menjadi peziarah. Meski demikian, bukan berarti makam para ulama di Mesir terawat dengan baik. Bahkan banyak juga yang terabaikan begitu saja. Cuma, yang sangat menarik adalah antusiasme para peziarah yang luar biasa besarnya.
Mengunjugi makam para ulama setidaknya bisa mengobati hati yang gersang. Kita semata-mata hanya mengambil keberkahan dari kegiatan berziarah ini, sekaligus bertafakur meneladani semangat keulamaan generasi terdahulu. Dari sana kita kembali diingatkan  tentang “kampung keabadian”, karena sebaik-baik nasihat adalah kematian. 
Ghirah Aceh dulu yang sangat menakzimi para ulama perlu kita hidupkan kembali. Anak-anak muda Aceh harus tahu bahwa menziarahi makam para ulama adalah bagian dari memajukan tamadun (budaya) Aceh. Ya Allah, berkahi negeri kami yang kini kerap dilanda prahara politik dan keamanan.
[emailk penulis: azmi_mali2000@yahoo.com]

0 komentar:

Posting Komentar